Johor Bahru
Luar Negeri
Malaysia
Antik Klasik Masjid Sultan Abu Bakar Johor Bahru
Jalan-jalan
ke Johor Bahru Malaysia, gak bakalan lengkap dan sayang kalau melewatkan Masjid
Sultan Abu Bakar. Masjid yang jadi salah satu landmark Johor Bahru. Masjid tua dan juga salah satu masjid
terindah di Malaysia. Bangunan klasik dengan perpaduan arsitektur Inggris, Arab/Persia,
India Muslim dan Malaysia (Melayu).
Seperti
biasa kalau jalan-jalan ke tempat baru, mau ke luar kota atau luar negeri,
paginya saya selalu menyempatkan untuk jalan kaki. Cari udara segar, keliling
ngajak kaki bergerak, sekaligus mengeksplor suasana sekitar. Tujuan utama jalan
kaki kali ini, Masjid Sultan Abu Bakar.
Ketika naik
taksi pulang pergi dari Danga Bay menuju hotel di JB Sentral, kami sempat melewati
masjid ini. Agak samar memang karena malam, dan hanya lihat sepintas dari
kejauhan. Tapi paling nggak jadinya sudah tahu perkiraan arah dan jarak buat
jalan kaki besoknya.
Pagi,
sekitar jam tujuh saya sudah sampai di gerbang komplek masjid. Sepi, karena
memang bukan waktu sholat, dan sedang gak ada kegiatan juga. Hujan juga baru
saja reda.
Sekilas
kalau dilihat dari luar dan dari kejauhan, masjid ini seperti istana kerajaan. Juga
seperti bangunan bank atau kantor pemerintahan era kolonial (Inggris). Kokoh,
indah, dan arsitekturnya khas. Nuansa arsitektur Inggris memang lebih dominan. Kental
dengan arsitektur khas Victoria.
Awalnya saya
juga sempat ragu yang mana persisnya bangunan masjidnya. Karena dalam satu
komplek besar, dilihat dari luar atau gerbang pintu masuk, saya pikir itu bangunan
(bekas) istana, dan mesjidnya ada di lokasi dekat-dekat situ. Ternyata bangunan
utama dan besar itulah memang masjidnya.
Masuk ke
dalam Masjid, nuansa klasik tetap terasa. Plafon tinggi, pilar-pilar kokoh, dan
lampu hias gantung di beberapa titik semakin menegaskan kemegahan masjid. Gak
hanya eksterior, interior masjid pun terjaga keklasikannya.
Salah satu
yang menarik perhatian saya adalah tempat imam, dan terutama mimbar tempat khatib
berkhutbah. Mimbar bertangga dan kursi khatib yang terbuat dari besi --gak tahu
besi apa—menambah kesan keklasikan Masjid Sultan Abu Bakar. Nah kalau dilihat
dari bentuk dan lekuk ukiran mimbar khatib, kayaknya unsur Melayu yang lebih
kental. Tapi tetap ada unsur Inggrisnya juga, kaya di film-film kerajaan. Bener
begitu ya?
Berada di dalam masjid ini lumayan adem. Sirkulasi udaranya bagus, bisa
dilihat dari tingginya plafon dan banyak ventilasi, juga jendela dan pintu yang
berjejer di sepanjang ruang utama masjid. Semakin nyaman dan adem dengan karpet
tebal yang memenuhi setiap sudut masjid. Halus, empuk. Bawaannya pengen
nggelosoran saja.
Masjid
Sultan Abu Bakar ini posisinya sangat strategis. Hitungannya masih di tengah
kota. Berada di Jalan Masjid Sultan Abu Bakar, atau di Jalan Skudai di sisi
yang lain, masjid ini persis menghadap ke laut. Tepatnya berada di ketinggian
di atas bukit di Pantai Lido, menghadap ke Selat Tebrau. Selat yang memisahkan
Malaysia dengan Singapura. Jadi selain pemandangan laut, dari dalam atau dari
pelataran masjid, kita juga bisa melihat daratan Singapura.
Kembali ke
dalam masjid, di sini gak banyak terlihat ornamen atau kaligrafi yang menghias
dinding. Dinding lebih banyak dibiarkan putih polos. Lampu dan jam menggantung
menghias menambah nuansa klasik dan keantikan masjid. Beberapa Al Quran
diletakkan di sudut-sudut dinding dan di pilar-pilar masjid. Secara keseluruhan
warna putih mendominasi interior dan eksterior masjid, dipadu warna kuning
gading di daun pintu dan jendela.
Nama Masjid
Sultan Abu Bakar diberikan karena masjid ini dibangun pada era kepemimpinan
Sultan Abu Bakar, dan pada saat pembangunannya mesjid ini diawasi langsung oleh
sang sultan. Berusia
lebih dari satu abad, masjid Sultan Abu Bakar masih sangat terawat dan tampak
kokoh berdiri. Masjid ini memang masuk dalam kategori cagar budaya yang di jaga
dan dilindungi oleh pemerintah Malaysia.
Sekitar satu
jam lebih saya berkeliling menikmati kecantikan dan keantikan Masjid Sultan Abu
Bakar. Diselingi istirahat sambil mengeringkan baju yang basah karena kehujanan
pas jalan kaki menyusuri jalan di pinggir pantai menuju masjid. Basah karena
hujan turun tiba-tiba, sudah gak sempat dan gak ada tempat berteduh.
Lewat jam
delapan pagi suasana mulai agak ramai. Ternyata sudah ada dua bus besar parkir
di halaman masjid. Bus pariwisata yang mengangkut rombongan bapak ibu opah omah
yang nampaknya wisatawan dari Tiongkok. Terlihat dari gaya, bicara, dan tulisan
yang dibawa sebagai penanda rombongan.
Saatnya pulang,
dan melanjutkan jalan kaki kembali ke hotel, sambil merasakan denyut pagi Johor
Bahru yang mulai ramai dengan aktifitas warganya. Bagi yang minat dan masih punya
waktu, persis di seberang masjid ada satu tempat menarik lain yang bisa
dikunjungi. Zoo Johor alias kebun binatangnya Johor Bahru.
Menikmati keindahan Masjid Sultan Abu Bakar ini, seakan melengkapi pelesiran kami di Johor Bahru Malaysia. Johor Bahru dengan Legolandnya, kehangatan kotanya dan juga kulinernya.
NB: tulisan
tentang Masjid Sultan Abu Bakar ini sengaja diposting biar kekinian, biar kaya
orang-orang dan media lain yang nuansanya menyesuaikan sama momen bulan
Ramadhan hehe... Btw, selamat berpuasa, selamat mudik lebaran, dan selamat
jalan-jalan. Semoga sukses melewati akhir Ramadhan, hingga Lebaran.
*****
0 komentar