Swift

Makau Episode 1: Perpaduan Budaya Cina dan Eropa yang Membuat Lapar Mata


Kalau bukan karena sekalian ke Hong Kong, mungkin saya gak pernah menginjakkan kaki ke Makau. Apalagi kalau niatnya jalan-jalan bawa anak. Setidaknya itu yang ada di kepala, ketika merancang trip kali ini. Soalnya bayangan saya tentang Makau cuma wisata ke tempat-tempat kasino. Julukannya aja udah Vegas dari Timur. Jadi, kalau gak punya banyak uang dan gak minat juga jadi gambler, Makau bukanlah tujuan. Tapi... ada tapinya nih, begitu sampai ke sana, Makau ternyata nggak segitunya membosankan seperti yang saya kira.


Jadi, ceritanya begini. Kami masuk Makau lewat Hong Kong naik kapal ferry. Menyeberangnya melalui Hong Kong Makau Ferry Terminal yang berada di atas Stasiun MTR Sheung Wan. Inilah kesempatan terakhir kami wara-wiri naik kereta MTR di Hong Kong. Soalnya, tiket pulang ke tanah air sudah kami pesan dari Makau. Di Stasiun Sheung Wan, kartu Octopus yang sakti digunakan untuk membayar segala macam jenis transportasi, kami refund. Lumayan, uang kembalinya bisa nambah-nambah jajan.


Semua ferry menuju Makau adalah kapal cepat. Ada beberapa operator yang melayani penyeberangan antar wilayah administratif Cina ini. Kami memilih naik Turbo Jet Ferry. Alasannya semata-mata kapal ini yang paling cepat berangkat sesuai dengan waktu kedatangan kami di terminal. Stasiun MTR, pelabuhan ferry, menyatu dengan pusat perbelanjaan Shun Tak Centre. Sambil menunggu kapal berangkat, bisa belanja atau nongkrong di sejumlah resto dan cafe yang tersedia. Cuma pastikan sediakan waktu untuk melewati meja imigrasi keluar Hong Kong serta boarding. Waktu itu, jadwal nyebrang kami sebenarnya jam 2 siang. Tapi, ferry yang berangkat sebelumnya ternyata masih kosong. Kebetulan juga kami sudah stand by di boarding room. Oleh petugas, kami pun diizinkan ikut berangkat duluan. Begitu juga dengan sejumlah penumpang lain yang sudah siap. Lumayanlah, jadi gak perlu nunggu terlalu lama.


Kapal cepat Hong Kong Makau terasa nyaman dinaiki. Tempat duduknya lega dan ada nomornya, kayak di pesawat. Kursinya juga enak buat duduk. Bagi yang bawa bagasi besar, ada tempat khusus untuk menaruhnya. Bagian dalam kapal yang ber-ac membuat banyak penumpang terkantuk-kantuk. Satu jam perjalanan jadi berasa cepat lewat.

Masuk Makau gak perlu bayar visa. Paspor yang kita bawa tinggal ditunjukkan ke petugas imigrasi. Gak distempel juga paspornya. Kita cuma dapat potongan kertas kecil, yang menunjukkan boleh tinggal selama sekian hari di negeri itu. Setelahnya tinggal melenggang keluar pelabuhan.


Sampai di Makau, kami langsung mencari bus gratisan menuju penginapan. Hotel-hotel besar di Makau (dan banyak banget di sini hotelnya), menyediakan shuttle bus for free. Terminalnya ada di seberang pelabuhan. Jadi tinggal jalan kaki aja sambil nyeret-nyeret koper. Begitu di terminal, carilah bus menuju hotel masing-masing. Setiap hotel, punya titik tunggu sendiri. Ada petugas yang mengatur keberangkatan serta memberikan informasi bagi tamu. Gak butuh syarat apa-apa untuk naik. Gak ditanyain juga udah buking kamar atau belum. Yang penting mau antre, terus naik deh kalau udah dapat giliran.

Kami, naik shuttle menuju Sofitel at Ponte 16. Begitu memang nama hotel bintang lima ini. Ini shuttle yang termasuk paling rame. Antrean penumpangnya puaaanjaaang, gak kayak shuttle hotel lain. Makanya begitu ada armada yang datang langsung diisi maksimal. Berasa sesak karena harus duduk berhimpitan dengan barang bawaan. Yah namanya juga transportasi gratis. Kalau mau cepat bisa naik bus umum atau taksi yang bisa kita stop di pinggir jalan.



Begitu dapat tumpangan, bocah-bocah yang tadinya cranky karena capek antre berdiri langsung anteng. Saya menikmati pemandangan Makau, yang sebagian dihiasi gedung-gedung tua bernuansa Eropa.

Makau menjadi negara koloni bangsa Portugis sejak abad ke 16. Negeri ini baru diserahkan kedaulatannya ke Republik Rakyat Cina pada tahun 1999. Orang Cina Makau berbicara bahasa Kanton. Sementara bahasa resmi-nya adalah Mandarin. Bahasa Portugis menjadi bahasa kedua di sini. Sektor wisata adalah pemasukan utamanya. Karena itu, semua penunjuk arah di Makau tersedia dalam 3 bahasa, Mandarin, Portugis dan Inggris.


Luas Makau lebih kurang sekitar 30 km². Kecil banget. Kira-kira cuma sepertujuh dari luas kota Depok-Jawa Barat, hometown tercinta. Jadi gak butuh waktu lama buat ke mana-mana. Dari terminal juga gak nyampe setengah jam untuk sampai di hotel Sofitel. Semua penumpang turun dan masuk lobby. Hotel ini megah banget (kelak kami tahu banyak hotel yang jauh lebih megah di Makau hehehe..). Lana dan Keano langsung terpana dan sibuk nanya "Mah.. kita tinggal di hotel ini ya?" "Mah, hotelnya bagus banget" "Mah.. ini hotelnya gede ya?". Si Mamah cuma senyam senyum sambil nuntun bocah lewatin lobby, dan mengarah ke ujung lain pintu keluar hotel. "Kita cuma lewat doang, Nak. Hotel kita ada di seberang jalan". Si Mamah masih tetep nuntun sambil bawa tentengan langsung ngajak anak-anaknya nyeberang. Sementara Si Papah sibuk foto-foto. 

Yup.. gak semua penumpang shuttle hotel, nginep di tempat itu. Kami gak sendirian jadi penyusup hehehe.. Banyak juga wisatawan lain yang memang cuma bener-bener numpang bus gratis. Hal ini lumrah di Makau. Petugasnya juga udah pada paham. It's not a crime dan gak melanggar aturan. Biasanya pengunjung Makau kayak kami, sudah menandai hotel-hotel besar (mostly bintang 5 dan ada kasino-nya) yang paling dekat dengan tempat yang dituju. Gunanya untuk memanfaatkan shuttle gratis dari pelabuhan. Dari hotel terdekat itu, perjalanan baru dilanjutkan. Biasanya cukup jalan kaki aja. Seperti sekarang ini. Gak sampai 5 menit dari Sofitel, hotel kami sudah keliatan.


Hotel kami sebenernya adalah 5footway.inn. Penginapan kecil yang rapi, bersih, dengan konsep modern minimalis. Lana dan Keano gak kecewa gak jadi nginep di hotel bintang 5. Di lobby penginapan, mereka masih bisa asik selonjoran sambil menunggu saya check in. Begitu melihat kamarnya juga seru. Ada tiga tempat tidur dengan desain yang menarik buat Lana dan Keano. Dua bocah ini langsung rebutan, ngetake tempat masing-masing.


Saya juga suka banget desain kamarnya. Kesannya lega. Gak banyak furniture tapi semua yang dibutuhkan traveler ada. Dan yang paling penting, kamar mandinya super bersih. Kurangnya cuma satu, hotel gak punya lift. Sementara kamar kami ada di lantai empat. PR banget geret koper. Untung koper cuma sebiji, selebihnya kami masing-masing bawa ransel kecuali Keano.


Gak lama-lama di penginapan, kami langsung keluar. Makau sore hari udaranya pas buat jalan-jalan. Matahari gak lagi terik, dan angin bertiup sepoi-sepoi. Kami menyusuri jalan-jalan kecil di antara bangunan tua. Wisatawan ramai karena pas weekend.


Saya masih punya uang Yuan sisa perjalanan dari Shen Zen. Dari pada mengendap di dompet, saya tukar ke mata uang Makau Pataca atau biasa disebut MOP. Dollar Hongkong juga masih ada, tapi gak saya tukar. Di sini, Dollar Hong Kong bisa dipakai buat belanja ke mana-mana.


Senado Square jadi tujuan pertama kami sore itu. Orang bejubel rame banget. Inilah bekas pusat koloni Portugis. Gedung-gedung peninggalannya masih berdiri jumawa. Senado Square adalah salah satu pusat sejarah Makau yang dinobatkan menjadi warisan sejarah dunia oleh Unesco. Sebagian gedung tua menjadi toko-toko tanpa mengubah arsitekturnya. Perjalanan menyusuri tempat bersejarah ini sangat menyenangkan. Apalagi saya ketemu toko kecil yang menjual aneka koleksi boots Dr. Martens. Oops jadi salah fokus hahaha.. Sebenernya pengen nambah koleksi Docmart satu lagi. Tapi belum terwujud pada kesempatan ini.

Yuk aaah, ke tujuan selanjutnya yakni reruntuhan gereja St. Paul.


Reruntuhan St. Paul menurut saya adalah tempat yang paling ikonik di Makau. Bangunan tinggal tersisa penampang depannya saja. Tahun 1600-an, gereja St. Paul menjadi gereja katolik terbesar di Asia Timur. Namun konflik terjadi, para pendiri gereja diusir dari tempat ini. Bangunan pun menjadi barak tentara. Tahun 1800-an bangunan terbakar hebat. Dan sisanya seperti yang sekarang terlihat. Biar bangunan cuma menyisakan sepotong fasad, ia berjasa mendatangkan jutaan turis ke Makau. Lagi-lagi, Unesco juga menjadikan tempat ini sebagai warisan dunia. 


Duduk-duduk di sini, jadi salah satu sore terbaik kami. Minum es buah dan ngemil egg tart, bikin anak-anak juga jadi anteng, sambil istirahat setelah muter-muter jalan kaki dari Senado Square ke St.Paul. Egg tart ini memang jadi salah satu kuliner 'wajib' kalau ke Makau. Kuliner khas Makau bawaan atau warisan dari Portugis.

Menjelang petang, reruntuhan semakin cakep karena lampu mulai menyala. Sebelum hari bener-bener gelap, kami mencoba mengambil foto keluarga. Modalnya tongsis. Pengennya sih keliatan keren. Tapi apa daya.. yang penting ada ajalah foto berempat hehehe..


Malam tiba. Menyusuri jalan-jalan kecil di Makau semakin seru. Suasananya benar-benar meriah. Saya dan suami senengnya memang jalan kaki kemana-mana. Jalan-jalan kecil di kawasan pusat sejarah Makau seolah menjadi pasar malam. Mulai dari toko pakaian, parfum, peralatan mandi, sampai jajanan semua bikin lapar mata.


Kami kembali menuju Senado Square. Niatnya sih pingin belanja. Di perjalanan menuju reruntuhan St. Paul tadi, udah ada beberapa toko yang jadi incaran. Tapiiiiiii, begitu balik tokonya gak ketemu lagi hihihi... Jalan-jalan sempit bertabur paving block di kawasan ini memang kayak labirin. Gampang bikin tersesat. Apalagi di tengah ramainya kerumunan orang. Kadang tanpa sadar kita kebawa gerombolan yang tujuannya berbeda. Penunjuk jalan sih ada di mana-mana. Cuma kadang-kadang saking banyaknya persimpangan, mesti teliti banget membacanya.




Sempet muter-muter labirin, ada hikmahnya. Makau malam itu mengubah image-nya di mata saya. Bangunan tradisional khas Cina, berpadu dengan nuansa peninggalan eropa, ditambah pendar cahaya tungsten membuatnya tampak eksotik. Ini bagian yang gak terbayangkan oleh saya sebelumnya tentang Makau.


Sukses sampai lagi ke Senado Square saya udah pasrah gak ketemu toko incaran. Jadi ini tipsnya. Kalau di tempat kayak gini, begitu lewatin tempat yang menarik hati, udah langsung mampir aja. Daripada penasaran gak ketemu hehehe.. Untung Senado juga cantik di malam hari. Gak nyesel-nyesel amat gak bawa tentengan belanja.


Kalau mau ngikuti kata hati, pengen lebih lama muter-muter di kawasan sejarah Makau ini. Cuma waktu kita juga terbatas. Besok pagi udah jadwal pulang ke Indonesia. Mau gak mau, semua tempat yang mau dikunjungi, harus didatangi malam ini. Masa sih.. udah jauh-jauh gak ngintip kayak gimana bentuknya kasino? Oops..



Bersambung ...

***

You Might Also Like

0 komentar