Bromo
Cirebon
Itinerary
Jawa Tengah
Jawa Timur
jokka kuliner
Kudus
Malang
Mesjid Tiban
Pasuruan
Pemalang
Road Trip
Sarangan
Semarang
Solo
Surabaya
Tawangmangu
Sepanjang Jalan ke Bromo
* Coretan dari Road Trip Depok-Solo-Malang-Bromo-Semarang
Dalam satu pelesiran atau jalan-jalan,
sampai di tempat tujuan bukanlah satu-satunya goal, atau faktor utama yang bikin kami senang. Saat-saat di perjalanan, mulai dari perencanaan ataupun yang tanpa perencanaan, keasyikannya malah bisa setara atau bahkan melebihi dari tempat
tujuan itu sendiri.
Di sepanjang perjalanan kami bisa
menemukan ‘kepingan-kepingan’ pengalaman yang akan selalu diingat, bahkan yang sederhana
sekalipun. Misalnya, saya dan anak-anak selalu senang melihat langit biru
dengan segala bentuk awan putihnya. Momen mencari awan putih dengan bentuknya
yang menyerupai binatang, benda, atau apapun, menjadi acara tersendiri yang
seru di perjalanan. Salah satunya biasa kami dapatkan di jalur pantura
Jabar-Jateng, termasuk di tol, karena pandangan yang luas kiri kanan dan ke depan.
Karena langit dan awan itu juga, jalur pantura yang tadinya berasa monoton
membosankan, sekarang bisa jadi menyenangkan.
Tujuan utama dan tujuan antara, sudah kami tetapkan, yaitu Karang anyar Kebumen
(kampung halaman), Malang, Bromo, Semarang, dan Pemalang. Bromo jelas jadi
tujuan utama. Tujuan antara bisa saja berubah sesuai kondisi. Jarak normal sekitar
800 km ke Bromo (kalau normal), gak kami habiskan sekaligus
dalam 24 jam atau jalan tanpa henti. Yang ada malah hitungan di speedo meter dari
Depok ke Bromo molor menjadi lebih dari 1.200 km.
Dimulai dengan rute Cikampek-Palimanan-Brebes
(sambil pencarian bentuk awan di langit pantura), kami berbelok ke arah
selatan menuju Kebumen. Sempat singgah di kampung halaman, kami akhirnya gak
jadi bermalam di Karang anyar. Geser ke Solo, karena kebetulan keluarga pada
ngumpul di Solo. Dua malam di Solo, kami sempat mengajak anak-anak berenang ke
kolam renang Tirtomoyo Manahan, dan tentunya berkuliner ria di Solo.
Melepas lelah, membuang gerah di kolam renang Manahan Solo |
Dari Solo, tujuan berikutnya adalah kota Malang. Dari hasil googling, ada beberapa pilihan rute yang
bisa diambil :
1) solo-ngawi-caruban-nganjuk-kertosono-pare-pujon-batu-malang
2) solo-sarangan-magetan-madiun-caruban-nganjuk-idem
3) idem no.2-nganjuk-kediri-blitar-malang
4) solo-wonogiri-ponorogo-trenggalek-tulungagung-blitar-malang
2) solo-sarangan-magetan-madiun-caruban-nganjuk-idem
3) idem no.2-nganjuk-kediri-blitar-malang
4) solo-wonogiri-ponorogo-trenggalek-tulungagung-blitar-malang
Kami memilih jalur yang melewati Sarangan, karena dari sekian kali ke
Jateng-Jatim, jalur ini gak pernah saya lewati. Dan yang paling membuat
penasaran, karena nama Sarangan ada di permainan monopoli (kalo gak salah di
samping kotak Selecta atau Gunung Kawi). Dan itu sudah tertanam di kepala saya
sejak kecil. Tapi saya malah belum pernah ke Sarangan, padahal dekat.
Melewati Tawangmangu yang berkontur pegunungan dengan pemandangan hijau dan cuaca
yang sejuk cenderung dingin, ternyata memang pilihan yang tepat. Kalau Jakarta
punya Puncak di Bogor, Solo Jateng punya Tawangmangu yang berada di kaki gunung
Lawu. Seperti Puncak, Tawangmangu juga menjadi tempat tujuan wisata, dan banyak
villa-villa yang bisa disewa.
Turun sedikit dari Tawangmangu, di sebelah kanan jalan terlihat telaga
Sarangan. Telaga yang masuk daerah kabupaten Magetan Jawa Timur ini memang
sebelas dua belas dengan telaga, danau, atau situ-situ lainnya seperti Patenggang
di Ciwidey atau situ Bagendit di Garut. Sama bagusnya, sama sejuknya. Yang
paling membedakannya bagi saya, ya di permainan monopolinya itu.
Gara-gara permainan monopoli, akhirnya kami masuk kotak Sarangan juga. |
Rute berikutnya adalah Sarangan-Magetan-Madiun-Caruban-Nganjuk-Kediri-Blitar-Malang.
Kami sampai di Malang sekitar jam tujuh malam. Setelah sampai di penginapan
(Enny’s Guest House) dan istirahat sebentar, kami langsung berkuliner malam ke
bakso Malang President. Memanjakan lidah, biar gak bosan, ada variasi antara jajan bakso
malang keliling, bakso Karapitan, atau Cak Man. Setelah bakso President, lanjut city tour sebentar merasakan denyut malam kota Malang. Pulang ke
penginapan langsung tidur nyenyak, apalagi setelah perut diberi pondasi bakso Malang
President dan juga nasi goreng di dekat guest
house (ternyata perut ini masih minta nasi).
Bangun pagi, sayang kalau melewatkan segarnya kota Malang. Setelah muter-muter di kota Malang dari pagi sampai jelang siang, sebelum
meninggalkan kota Malang, rute semalam kembali berulang. Daripada nanti
penasaran, tanpa pikir panjang kami kembali ke bakso Malang President. Setelah
puas, baru lah lega meninggalkan kota Malang. Tadinya kami berencana ke Bromo
dari jalur Malang. Tapi karena jalannya sedang rusak, akhirnya memilih jalur
lewat Probolinggo.
Sebelum langsung ke Bromo, tujuan antara berikutnya adalah mesjid Tiban di
daerah Turen, kabupaten Malang. Mesjid yang kalau versi kasak kusuk dan
gosipnya adalah; tiba-tiba muncul, dibangun sama jin, dan ada di tengah hutan.
Makanya disebut mesjid Tiban. Padahal yang sebenarnya ini adalah pondok
pesantren, yang letaknya lumayan jauh
dari kota, dikelilingi rumah penduduk, dan memang secara arsitektur bangunannya unik.
Gerbang masuk mesjid Tiban di Turen, Malang |
Memasuki mesjid Tiban, di depan kami harus melapor dulu di pos yang
seperti pos tiket parkir. Saya pikir cuma ambil tiket seperti biasa dan terus
jalan, eh ternyata aturannya gak boleh ngambil tiket dari mobil. Harus turun
dari mobil dulu, mendekat melapor ke pos, baru deh bisa jalan. Kesan pertama
yang agak ‘aneh dan unik’. Sehingga sambil masuk kawasan, menunggu hal unik
apalagi yang akan ditemui. Ternyata ‘aman’ gak ada apa-apa lagi, dan bisa
santai jalan-jalan.
Ruang informasi, dan atasnya bangunan yang belum 'jadi' |
Interior di salah satu ruang 'mesjid Tiban' |
Menjelang maghrib kami sampai di Cemoro Lawang-Ngadisari, permukiman terdekat
sebelum memasuki area Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Nginap di villa atau
home stay dekat pintu gerbang masuk
Bromo. Mau makan tinggal jalan ke sebelah, kebetulan sejajaran dengan warung
Edi, dan ada warung makan lainnya.
Jalan-jalan di Bromo dimulai dari jam setengah empat pagi, dijemput langsung ke penginapan sama masnya yang bawa mobil jip. Jalurnya adalah; pertama ke Sunrise Penanjakan, lalu ke padang savanna Bukit Teletubbies, lanjut Kawah Bromo,
dan terakhir di Pasir Berbisik. Alur empat wisata utama tadi kami lahap dengan nikmat menggunakan Jeep Hardtop yang sangat kids
friendly (warnanya pink). Bromo memang indah, dan juga ramah buat
anak.
Pasir Berbisik Bromo |
Tengah hari, kami meninggalkan Bromo. Surabaya jadi tujuan berikutnya. Singgah
di Bangil, kami mengisi perut dulu, sekalian mengabsen makanan khas Bangil
Pasuruan. Nasi punel Setia Budi yang terletak di kiri jalan utama arah ke
Surabaya, ternyata bisa memenuhi ekspektasi perut dan lidah kami.
Melanjutkan perjalanan, sekedar menyeberangi dan menikmati pemandangan sekitar
jembatan Suramadu, menjadi wisata tersendiri bagi anak-anak, sebelum menutup
hari di Surabaya. Menginap semalam di Surabaya, tujuan kami berikutnya adalah
Semarang. Menjelang maghrib kami sampai di Kudus. Mumpung di Kudus, sayang kalau melewatkan Menara
Kudus atau Mesjid al-Aqsa. Sekalian shalat maghrib. Mesjid bersejarah
peninggalan Ja’far Shodiq alias Sunan Kudus ini memang lebih populer dengan
nama mesjid Menara Kudus dibanding mesjid al-Aqsa. Disebut menara, karena di
depan mesjid ada menara yang unik seperti bangunan candi.
Mesjid Menara Kudus |
Lawang Sewu Semarang |
Sore hari kami meninggalkan Semarang, dengan Pemalang menjadi tujuan
berikutnya. Ke Pemalang memang sudah direncanakan, karena sekalian eyang
berobat ke Bu Atun (sudah daftar by phone
dua minggu sebelumnya). Untungnya kami mendapatkan nomer antrean yang gak
terlalu besar, sehingga gak harus antre sampai tengah malam atau subuh seperti
sebelum-sebelumnya.
Cirebon jadi tujuan kami berikutnya. Ini sebenarnnya di luar rencana.
Karena sebelumnya kami memperkirakan harus bermalam di Pemalang kalau antrean Bu Atun sampai dini hari.
Kami sengaja memilih Cirebon, karena sudah lama gak ke kota ini, dan sekalian
nyicil memperpendek jarak. Tengah malam kami sampai di kota Cirebon, dan langsung
mencari penginapan. Kami akhirnya dapat hotel di Jl. Siliwangi depan stasiun KA
Cirebon. Di jalan Siliwangi ini memang banyak hotel.
Sehari di Cirebon, cukup buat kami untuk menyegarkan pikiran dan badan
kembali, juga menjadi bekal pengalamam saat perjalanan pulang. Batik Trusmi,
makam Sunan Gunung Jati, nasi jamblang, hingga empal gentong ibu Sarini di
pasar Kanoman Cirebon, menjadi penutup yang pas road trip kali ini.
Waktu perjalanan, November – Desember 2012 :
24 : Depok – Kebumen - Solo
25 : Solo
26 : Solo - Tawangmangu - Sarangan - Malang
27 : Malang - Bromo
28 : Bromo - Surabaya
29 : Surabaya - Kudus - Semarang
30 : Semarang - Pemalang - Cirebon
1/12 : Cirebon - Depok
Urutan
jalur Depok-Bromo pp, dan kira-kira jaraknya adalah:
Depok-cikampek
(via tol) = 89 km, Cikampek-Pamanukan = 46 km, Pamanukan-patrol-lohbener = 56
km, Lohbener-Palimanan (via tol)-Plumbon-Kanci = 74 km, Kanci-Losari = 29 km,
Losari-Brebes = 27 km, Brebes-Karang Anyar Kebumen = 150 km, Karang Anyar–Yogyakarta
= 125 km, Yogyakarta–Solo = 65 km, Solo-Tawangmangu = 58 km,
Tawangmangu-Sarangan = 9 km, Sarangan-Magetan = 15 km, Magetan-Madiun = 21 km,
Madiun-Caruban = 24 km, Caruban-Nganjuk = 32 km, Nganjuk-Kediri = 28 km,
Kediri-Blitar = 51 km, Blitar-Kepanjen = 65 km, Kepanjen-Malang = 14 km,
Malang-Pasuruan = 53 km, Pasuruan-Bromo = 73 km, Bromo-Surabaya = 105 km,
Surabaya-Tuban = 98 km, Tuban-Rembang = 100 km, Rembang-Pati = 35 km,
Pati-Kudus = 24 km, Kudus-Demak = 25 km, Demak-Semarang = 18 km,
Semarang-Kendal = 12 km, Kendal-Batang-Pekalongan = 50 km, Pekalongan-Pemalang
= 31 km, Pemalang-Tegal = 27 km, Tegal-Brebes = 9 km, Brebes-Cirebon = 64 km,
Cirebon-Depok = 266 km.
***
1 komentar
saya harus coba nih bang. terima kasih sudah share pengalaman menarik ini ya.
ReplyDelete