Bali
Luar Jawa
Pantai Pulau
Road Trip
Cuci Mata Sampai Kintamani dan Godaan Krisna di Pulau Dewata
*Acta diurna road trip
Depok-Bromo-Bali #5
Setelah surfing-surfingan
di pantai Kuta, hari ke dua rute perjalanan kami adalah menyusuri Bali lewat
tengah sampai Tampak
Siring dan Kintamani. Melewati Ubud yang hijau dan asri, dengan pemandangan terasering
atau sawahnya yang berundak. Goa Gajah, dan juga istana Mancawarna atau
Soekarno Center tempat menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan presiden
Soekarno, hanya ditunjukan ke anak-anak dan dilihat sambil lewat. Tujuan kami dari
awal adalah ke Istana Tampak Siring dan Penelokan Kintamani. Sampai di depan gerbang
istana Tampak Siring, ternyata hari itu istana sedang tutup dan gak menerima
wisata umum. Katanya, sedang siap-siap karena wapres mau datang. Gak penting
buat tahu alasan lebih jauh, kenyataannya memang sedang tutup, kami lanjutkan
perjalanan ke Kintamani.
Ubud, Tampak Siring, dan Kintamani, memang satu jalur dan
saling berdekatan. Dari istana Tampak Siring, gak jauh di belakangnya ada Pura
Tirta Empul, salah satu tempat wisata yang populer juga. Hari itu Tirta Empul
sangat ramai, terlihat dari parkirannya yang penuh dengan mobil dan bus-bus
rombongan. Kami lewati Tirta Empul, dan terus mengarah ke Kintamani.
Menuju Kintamani, kami banyak menemukan penunjuk arah jalan
dengan tulisan geopark. Kintamani atau tepatnya Gunung Batur memang sudah
mendeklarasikan sebagai salah satu situs bersejarah peradaban bumi. Gunung Batur sudah diakui oleh dunia, dan
diumumkan oleh UNESCO sebagai geopark dunia (global geopark). Geopark (disebut juga taman bumi) adalah kawasan atau situs
warisan geologi yang
mempunyai nilai ekologi dan warisan budaya, juga berfungsi
sebagai daerah konservasi, edukasi dan pembangunan berkelanjutan (suistainable development).
Gunung Batur dilihat dari Penelokan Kintamani |
Memasuki kawasan Kintamani, kami harus membayar biaya masuk
sepuluh ribu per orang. Saat bayar tiket, banyak pedagang asongan yang
menawarkan buah-buahan atau makanan lainnya. Kami membeli jeruk, dan ternyata
lebih murah dibanding dengan penjual yang di kios-kios pinggir jalan.
Hujan mulai turun begitu kami sampai di Penelokan. Berada di
ketinggian sekitar 1500 meter dpl, Penelokan adalah tempat yang paling pas buat
melihat pemandangan Gunung Batur dan Danau Batur. Dalam bahasa Bali, penelokan artinya tempat melihat-lihat.
Danau Batur dilihat dari Penelokan Kintamani |
Cuaca yang kurang mendukung disertai turun hujan, membuat
kami hanya bisa menikmati Gunung dan Danau Batur dari Penelokan. Memang gak ada
juga niat misalnya buat trail adventure,
atau down hill bike di Gunung batur. Rencana
buat turun saja dan menyeberang ke Trunyan melihat desa dan cerita mayat digeletakan
di bawah pohon, kami singkirkan. Kami hanya duduk di tenda-tenda, sambil
melihat pemandangan Danau Batur, bersama penjual-penjual lainnya yang juga ikut berteduh. Jajan, beli buah-buahan,
dan eyang beli kaos gambar Kintamani buat oleh-oleh mba Ipah di rumah. Lana
sempat ditato henna atau diukis dengan daun pacar.
Cukup puas di Penelokan, kami meninggalkan Kintamani, dan turun
menuju Ubud. Lalu makan siang yang agak kesorean, di rumah makan Ayam Betutu Jalan
Raya Mas Ubud. Sebenarnya RM.Ayam Betutu di Jakarta juga ada, tapi gak apa-apa,
ini kan Bali.. lain di Jakarta, lain di Bali. Yang penting masih makan makanan khas
Bali, kenyang,
enak, dan murah meriah. Lumayan, cukup
bisa menggantikan niat kuliner di Bebek Bengil atau di Bebek Tepi Sawah
Ubud yang hari itu terlihat cukup padat, dan antrean parkir sampai ke luar.
Makan sudah, kini saatnya belanja. Pasar Guwang hari itu
sedang tutup, mungkin karena hari raya Kuningan. Lalu kami ke Pasar Seni Sukawati
yang lokasinya gak jauh, sekitar 700 meter dari pasar Guwang. Membeli oleh-oleh
buat teman main dan teman sekolah Lana. Selain itu, kami mendapatkan hiasan dinding
berupa ukiran kayu khas Bali dengan harga yang sangat murah. Padahal, awalnya kami
menawar itu dengan gak sengaja.
Pemandangan
khas Bali dari Gianyar menuju Denpasar atau Kuta, membuat perjalanan jadi berasa banget liburannya. Jalanan mulus
(seperti halnya rata-rata jalan di Bali), dan di kiri kanan banyak ditemui galeri-galeri seni, seperti
ukiran kayu, batu, hingga kerajinan perak. Karena bertepatan dengan hari raya
Kuningan, di sepanjang jalan kami banyak melihat upacara adat Bali. Jalan-jalan juga dihiasi dengan janur
kuning seperti janur yang biasa dipasang ketika ada pernikahan. Lebih bagus
malah. Bahkan di Penelokan Kintamani, ada arak-arakan barong, lengkap dengan
musik pengiringnya.
Hari itu adalah hari terakhir Yossie liburan bersama kami. Jatah
hari liburnya sudah habis, dan malamnya harus langsung masuk kerja lagi. Jadi
kami harus segera mengantar ke bandara. Lewat tol Bali Mandara dari sanur ke
bandara, selain memangkas jarak dan waktu, tol yang berada di atas laut ini
juga punya pemandangan yang indah. Laut Bali yang tenang dengan perahu-perahu
nelayan tradisional yang sedang berlayar, langit sore dengan matahari yang
hampir tenggelam, dan juga lalu lintas pesawat terbang di atasnya, membuat kami
bahkan anak-anak senang dan antusias melihat ke arah luar dan mendekatan diri
di kaca jendela.
Masih ada waktu sebelum ke bandara, kami ke toko oleh-oleh Krisna
dulu di jalan Tuban. Salah satu outlet Krisna yang paling dekat dengan bandara. Krisna di sini juga buka 24 jam. Anak-anak senang dan heboh
pilih-pilih. Mulai dari gelang kalung manik-manik, hiasan, mainan, baju, hingga
makanan. Masing-masing sudah mendapatkan plihannya. Termasuk Yossie yang beli
beberapa pie susu untuk oleh-oleh teman kantornya.
**
Pura Luhur Tanah Lot |
Tanah Lot adalah tujuan utama kami di hari terakhir jalan-jalan
di Bali. Sekitar jam sebelas siang, kami sampai di Tanah Lot. Harga tiket masuk
sepuluh ribu per orang, dan mobil dikenakan tarif lima ribu rupiah. Lagi diskon mungkin, karena
kalau saya lihat yang
tertulis di pos; harga tiket dewasa
30 ribu, dan anak-anak 20 ribu rupiah.
Sebagai ikon pariwisata Bali, Tanah Lot tetap jadi tujuan
favorit wisatawan. Gak heran kalau hari itu Tanah Lot ramai sekali. Objek yang paling menarik di
sini tentu saja adalah Pura Luhur Tanah Lot, yang berada di atas karang dan agak
jauh dari bibir pantai. Untuk ke pura ini, harus memperhatikan datangnya ombak
dan menunggu air surut. Cukup banyak wisatawan hari itu yang menyeberang ke
pura. Kami turun ke pantai, tapi gak menyeberang ke pura. Anak-anak hanya
melihat pura dari bibir pantai sambil bermain air laut.
Selain Pura Luhur, objek atau pemandangan menarik lainnya di
Tanah Lot adalah karang bolong yang posisinya menjorok ke laut. Akan lebih
indah memang jika menikmati Tanah Lot ini pas matahari terbenam. Tapi karena waktu
terbatas dan masih mau keliling-keliling lagi, akhirnya kami meninggalkan Tanah
Lot, menuju daerah
Kuta.
"Karang Bolong" Tanah Lot |
Tujuan berikutnya adalah Joger. Sebelumnya Shalat dulu di mesjid
Ar-Rahmat Jalan Raya Kuta, dan juga makan di warung jawa timuran, gak jauh
dari mesjid. Atau kalau dari arah Sunset Road, persis di belakang rumah sakit
Siloam. Di sini memang banyak warung nasi ala jawa timuran yang murah dan enak.
Menu seperti rawon, soto, pecel, penyet, ayam goreng, atau lainnya mudah didapatkan
di sini. Lumayan banyak pilihan, dan jadi alternatif tempat makan. Apalagi kalau
ragu dengan kehalalan makanan di Bali.
Gak banyak yang berubah di Joger. Masih ramai, juga tetap keren menghasilkan produk dengan gambar dan tulisannya yang segar. Melihat-lihat di sini saja cukup menghibur. Anak-anak beli beberapa barang, seperti sendal yang unik-unik.
Gak banyak yang berubah di Joger. Masih ramai, juga tetap keren menghasilkan produk dengan gambar dan tulisannya yang segar. Melihat-lihat di sini saja cukup menghibur. Anak-anak beli beberapa barang, seperti sendal yang unik-unik.
Belum puas di Joger, kami lanjut mencari oleh-oleh dan
souvenir ke Krisna lagi. Kali ini ke Krisna 5 di jalan Sunset Road. Selain
belanja, anak-anak juga memang senang di Krisna. Muter-muter sendiri, pilih-pilih
barang sendiri, yang memang sangat banyak dan lengkap. Juga mengumpulkan
sticker dan menempelkannya di baju. Enaknya juga, di sini harga pas dan label harganya
sudah ada. Jadi gak perlu nawar atau takut ‘digetok’ sama pedagang. Soal harga,
terbilang murah, malah bisa sama atau mungkin bisa lebih murah dibanding di
pasar atau di kaki lima. Hati-hati saja kalap belanja. Makan minum di cafenya juga
murah. Krisna dan gembolan belanjaan jadi penutup hari terakhir kami jalan-jalan
di Bali.
**
Pagi sekitar jam delapan kami berangkat ke Gilimanuk.
Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, kami sampai di Gilimanuk dan
langsung masuk kapal. Langsung jalan juga kapalnya. Tapi tetap saja butuh waktu
sejam juga buat sandar di Ketapang. Karena antrean kapal buat sandar di dermaga.
Di atas ferry penyeberangan Gilimanuk - Ketapang |
Waktu tiga atau empat hari memang jauh dari kata puas, buat menikmati
Bali semuanya. Tapi dengan memanfaatkan waktu libur yang ada, cukuplah ini
buat awal. Bali, memang gak ada matinya. Sudah berkali-kali ke Bali, masih saja
ada sisi Bali lainnya yang bisa dieksplore.
Kalau nanya ke anak-anak tentang Bali, mereka dengan cepat menjawab mau ke Bali
lagi. Dan yang paling berkesan buat Lana dan Keano di Bali, jawabannya adalah surfing di pantai Kuta, dan juga
Krisna. Duh, kenapa ada nyelip Krisna di jawabannya. Tapi gak apa-apa lah,
belanja di Krisna memang nyaman.
***
0 komentar